Monday, December 17, 2007

Parent's Biggest Lies

Sering kali, dengan berbagai alasan, orang tua kita seringkali ‘terpaksa’ membohongi kita. Hal ini seringkali terjadi terutama ketika kita masih culun dan cupu, yaitu pada saat usia dimana kita belum dibolehkan menonton fillm yang berisi adegan kebakaran didalamnya. Mereka ini mungkin belum menyadari bahwa membohongi anak-anak --apalagi anak sendiri-- sangatlah berbahaya dampaknya bagi perkembangan jiwa anak, serta tidak lupa juga dapat menyebabkan kanker, impotensi, gangguan terhadap kesehatan dan pertumbuhan janin :-p

Banyak sekali jenis2 bohong yang biasanya mereka lakukan terhadap kita, anak2nya yang lucu dan imut itu. Misalnya saja kebohongan seperti ini :

“Ssttttt....jangan nangis, kedengeran ngga ada suara genderuwo (atau bisa juga jenis dedemit lainnya, sesuai dgn budaya dan kepercayaan setempat) di belakang rumah yang ngikutin suara kamu??” *tak lupa sambil berakting memasang wajah mencekam dan misterius, pokoknya akting yang layak dianugerahi piala Oscar lah*
Biasanya kebohongan ini dibantu oknum lain --bisa sang ayah, kakak, tante, om, atau pembantu-- yang akan berperan sebagai suara sang makhluk misterius.

Atau mungkin ada yang pernah mengalami dibohongi dengan modus seperti ini :

“Ngga sayang, mama gak akan mungkin nyakitin kamu. Mama cuma pengen liat sebelah mana gigi kamu yang goyang itu, biar bisa mama obatin. Yuk sayang, coba dibuka mulutnya yaa....aaaaaa...”
Sepersekian detik setelah sang anak membuka mulut, sekonyong-konyong terjadilah adegan berdarah dimana sang mama mencabut dengan paksa si gigi tanpa dosa itu, diikuti dengan jeritan menyayat hati sang anak. (Ini termasuk kekerasan dalam rumah tangga atau ngga yah? :-D)

Hemm....and they called it white lies. Berbohong demi kebaikan kita, anak2nya...
Padahal khan bohong mah tetep aja bohong yah. Dosa tau.

Well, dari sekian banyak white-lies yang dilakukan oleh orang tua saya dulu, ada satu kebohongan mereka yang hingga saat ini masih belum dapat saya terima dengan hati yang lapang. Yaitu kebohongan seperti ini:

“Sayang, disunat tuh, gak sakit lho. Rasanya kayak digigit semut doang kok..., percaya deh sama mama.”
DIGIGIT SEMUT?? SEMUT DARI HONGKONG??!!
Sungguh ini merupakan FITNAH yang sangat keji buat bangsa semut. Benar-benar pembunuhan karakter bagi bangsa semut.
Diemut singa kelaperan mungkin analogi lebih tepat buat menggambarkan rasa takut dan rasa sakit yang saya rasain waktu itu.
(Hingga beberapa tahun kemudian, masalah kekuatan gigitan semut ini masih jadi misteri besar buat saya).

Anyway, setelah segede ini, saya baru bisa ngerti kenapa mereka melakukan kebohongan2 putih seperti itu. They really did those things for my own good. And I forgive them for that :-D.

Tapi itu gak membuat saya berencana melakukan hal2 seperti itu sama anak2 saya nanti ya. Selama masih ada cara untuk gak membohongi mereka (anak2 saya nanti maksudnya), saya gak akan ‘menipu’ mereka.

In fact, saya masih mikirin kira2 apa yah yang akan saya katakan sama anak saya nanti untuk membujuk dia supaya mau disunat. Ehm, mungkin kata2nya seperti ini ya :

“Anakku, dalam hidup setiap wanita, ada saat dimana mereka berada dalam kondisi antara hidup dan mati, dimana mereka mengalami kesakitan yang luar biasa, dimana saat itu jarak dengan kematian begitu dekat. Itulah saat mereka berjuang melahirkan anaknya. Mereka rela mempertaruhkan hidupnya demi kehidupan yang akan keluar dari rahimnya. Karena mereka, para wanita ini, tahu bahwa rasa sakit yang mereka derita itu akan sebanding dengan kebahagiaan yang mereka dapat setelahnya.”

Pada detik ini, mungkin anak saya akan terbengong2 dan berpikir ayahandanya sedang kerasukan Prabu Siliwangi atau Mahatma Gandhi. Atau mungkin dia hanya berpikir ayahandanya cuma salah makan aja.

Tapi saya gak akan peduli, dan tetep melanjutkan :

“Nah, kita laki-laki pun memiliki momen heroik seperti itu, nak. Momen itu adalah momen dimana bagian vital tubuh kita diiris-iris sama orang yang sama sekali gak kita kenal, orang yang kita gak tau ketulusan niatnya dan kebersihan hatinya, yang bisa saja berpura2 kebablasan motong dengan alasan terbawa suasana. Apakah ada momen yang lebih menakutkan dan menegangkan dari itu, nak??”

Pada saat itu anak saya pasti masih termangu dan berpikir : Ok. Positif. Ayahandaku emang ‘sakit’.

Tapi saya tau setelah itu saya gak perlu meneruskan ‘wejangan’ saya buat anak saya. Karena pada saat itu juga anak saya akan berkata : “Ayah, cukup!! Tolong jangan diteruskan. Aku mau melakukan apa saja asalkan ayah gak ngomong lagi. Apalagi cuma disunat. Disunat berkali2 pun aku mau deh....aku mohon...berhenti ngomongnya yah..??”

See?? It would work, wouldn’t it?
And then I wouldn’t have to lie to him, right??

Moral of the story : kayaknya emang lebih praktis ngebohongin anak aja kali yee...hehee...

2 comments:

Anonymous said...

Gara-gara White Lies itu,
bertahun-tahun -dimasa kecil gw-, gw sampe percaya kalau kita harus jadi orang pinter atau kalau nggak bakal mati digorok orang jepang, gw sampe percaya kalau di kamar operasi semua orang harus diem atau kalau nggak pasiennya mati saat itu juga huahahahaha. De el el.

Kalau kata gw sih, kebohongan2 itu lebih dikarenakan orang tua gw gak tau harus memberi penjelasan apa yang paling masuk akal untuk anaknya yang cerdas ini huehehehehehe -boleh dunk narsis dikit wew-

Rifky said...

Iyah, setuju. Kebohongan2 itu semata2 dikarenakan ketidaktahuan orang tua kita aja kok.

Makanya itu harusnya gak boleh terjadi sama anak2 yang punya ayah super cerdas seperti kita kita ;-)

 

Copyright © CARPE DIEM!!! Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger